SMP-SMA Santa Ursula-Jakarta, diadakan bedah buku puisi Hidup Itu Anugerah, Karya Julia Utami dan kawan-kawannya.
Menulis puisi adalah cara seorang penyair menyatakan pengalamannya akan sesuatu yang berbicara kepadanya. Pengalaman itu sangat mendalam, menyatukan diri sang penyair dengan kisah, sehingga kita dapat mengatakan bahwa sebuah puisi serentak merupakan penyingkapan diri sang penyair, yang karena kekuatan kata sanggup membuat pembaca menemukan di sana penyingkapan perasaan-perasaan sang penyair. Mengapa puisi masih mempunyai tempat pada relung hati manusia di era dimana pengetahuan dan informasi didapat dengan serba cepat dan mudah? Menulis puisi dengan cara kolaborasi dan menerbitkannya adalah jawaban para penyair guna memberikan jawaban atas pertanyaan masih perlukah menulis puisi di zaman ini. Untuk itu pada Jumat, 29 Agustus 2025 bertempat di Aula Perpustakaan SMP-SMA Santa Ursula-Jakarta, diadakan bedah buku puisi Hidup Itu Anugerah, Karya Julia Utami dan kawan-kawannya. Dalam kata sambutannya, Sr. Moekti Gondosasmito, OSU, selaku Ketua II Yayasan Satya Bhakti, menyambut baik dan bersyukur dengan kehadiran buku Hidup Itu Anugerah. Menulis menurut beliau adalah cara kita menceritakan Kasih Allah kepada sesama. Hadir dalam acara bedah buku Bpk Anton Sumardi sebagai SPMI Yayasan Satya Bhakti yang juga ikut menyumbangkan tulisan untuk buku Hidup Itu Anugerah.
Turut hadir juga salah satu Radja Ketjil yaitu Adri Darmadji Woko dari Negeri Poci menemani Radja Ketjil lainnya yaitu Kurniawan Junaedhie. Dokter Handrawan Nadesul seyogyanya hadir karena kondisi situasional yang kurang kondusif akhirnya membatalkan kehadirannya. Della Red Pradipta juga berhalangan hadir. Sedangkan Fonny J. Poyk tidak sampai masuk ke ruangan acara, karena acaranya sudah berakhir. Tampak Ibu Mariza, Dewi Trisna dan Erna W. Wiyono yang menyumbang tulisan dalam buku ini juga hadir. Tampak hadir juga para orang tua murid yang dengan antusias mengikuti acara bedah buku Hidup Itu Anugerah.
Acara bedah buku diawali dengan penampilan musikalisasi puisi “Aku Ingin” karya Sapardi Djoko Damono oleh Ibu Julia, Ibu Retha, Hillary, Quinn, Alana, penampilan lagu Dmasiv “Jangan Menyerah” oleh Hillary, Ibu Retha, Quinn, Alana, juga dimeriahkan oleh penampilan duet pembacaan puisi oleh Khairani Pilliang dan Rommy Sastra. Tampil sebagai pembahas Kurniawan Junaedhi dan Nia Samsihono dan dimoderatori oleh Roseline Danelia. Kurniawan Junaedhie, salah satu pembahas buku Hidup Itu Anugerah, menegaskan bahwa Julia Utami memiliki sebuah tradisi unik merayakan Hari Ulang Tahunnya dengan cara menulis dan menerbitkan buku. Tradisi ini patut dicontoh mengingat di era kemajuan tekhnologi ini peran buku semakin tak dipedulikan lagi. Menulis puisi bagi Kurniawan Junaedhi, dapat dilakukan oleh siapa saja, tanpa batas umur dan sang penulis itu tidak mesti jadi seorang sastrawan. Nia Samsihono dalam pemaparannya sangat mengapresiasi terbitnya buku puisi Hidup Itu Anugerah, dimana buku ini adalah kerja menulis puisi secara bersama-sama (kolaborasi) yang dimotori oleh Julia Utami. Menurutnya, kerja menulis puisi secara bersama-sama adalah cara para penyair menulis rasa hatinya serentak cara para penyair merawat puisi.
Menurut Ignas Kleden, dalam bukunya Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan (Grafiti Press, 2004), perbedaan utama sebuah karya disebut karya sastra dan bukan karya non-sastra terletak pada perbedaan makna kedua bentuk tulisan itu. Sebuah karya non-sastra mendapat maknanya dari tujuannya pada sesuatu diluar dirinya. Makna ini disebut makna referensial. Pada pihak lain, sebuah karya disebut karya sastra dicirikan oleh dominasi makna tekstual, yakni makna yang didasarkan pada hubungan-hubungan di dalam teks sendiri.
Makna referensial dapat kita lihat dalam ilmu pengetahuan atau jurnalisme. Sedangkan sastra adalah sebuah contoh kita menemukan makna tekstual. Interaksi teks dengan dunia luar-teks menghasilkan makna referensial, sedangkan interaksi antara bagian-bagian teks satu sama lain menghasilkan makna tekstual, yang merupakan pencapaian spesifik dari kesusastraan. Dalam ilmu pengetahuan konsep-konsep disusun dengan cara menyingkirkan sebanyak mungkin konotasi dan ambivalensi sehingga tercapai suatu denotasi yang dapat ditetapkan isi dan batas-batasnya. Sebaliknya, dalam karya sastra, konotasi dimungkinkan, dan ambivalensi justru diaktifkan untuk menghidupkan watak simbolik sastra, dengan memanfaatkan berbagai teknik simbolisasi seperti metafor, alegori.
Sebuah sajak yang berhasil, tidak memberi kita lebih banyak informasi, tidak menambah pengetahuan kita, dan tidak membuat kita lebih pandai daripada sebelumnya. Tetapi sajak itu, amat mampu memperkuat solidaritas kita dengan hidup dan mempertautkan kita semakin erat dengan segala sesuatu yang berdenyut di dalamnya.
Diskusi dan Bedah Buku adalah salah satu cara manusia merawat cara berkeseniannya. Dan apa yang dilakukan oleh Ibu Julia dan kawan-kawan di Perpustakaan Santa Ursula adalah cara para penyair menjaga denyut nadi keberlangsungan perpuisian di tanah air.
Kita sepatutnya belajar dari Henry James, (15 April 1843 – 28 Februari 1916) seorang penulis berkebangsaan Amerika, salah seorang kritikus sastra abad ke -19, dalam sebuah karangannya yang berjudul “The Art of Fiction” mengingatkan kita betapa pentingnya merawat kesenian (seni tari, seni sastra, seni pertunjukan, seni lukis). Apa yang ditulisnya pada 1884 masih patut kita pertimbangkan demi kemajuan sastra tanah air kita.
Kesenian hidup karena diskusi, karena eksperimen, karena kuriositas, karena berbagai percobaan, (dan) karena pertukaran pandangan dan perbandingan sudut-pandang, ada semacam pengandaian bahwa masa ketika tak seorang pun mengatakan sesuatu tentang seni atau tidak memberikan alasan untuk praktek dan preferensi, barangkali merupakan masa yang terhormat, tetapi bukanlah masa perkembangan, dan barangkali hanya menjadi masa yang sedikit membosankan. Penerapan yang berhasil dari suatu kesenian adalah pertunjukan yang penuh sukacita, akan tetapi teori juga merupakan sesuatu yang menarik, dan sekalipun ada banyak teori tanpa kesenian di dalamnya, akan tetapi saya menduga bahwa tidak pernah ada sukses yang otentik apabila tidak didukung oleh suatu inti keyakinan yang bersifat laten. Diskusi, usul, dan perumusan adalah hal-hal yang menyuburkan apabila dikemukakan dengan terus-terang dan jujur.
© 2025 Santa Ursula Jakarta